Musala Plaza Semanggi (Foto:Bagus/okezone)
Tak terkecuali di saat sibuk bekerja, berekreasi, atau berbelanja di mal atau supermarket, seorang Muslim tetap diwajib melaksanakan salat lima waktu. Nah, gedung mal yang tampak megah dari luar, terkadang menyediakan tempat salat yang ala kadatnya. Bahkan mungkin ada yang membangun tempat ibadah Muslim ini setelah ada permintaan pengunjung.
Belum lagi soal lokasi yang tidak sedikit menempatkan musala layaknya tempat buang hajat, lantaran berada persis bersebelahan dengan toilet atau WC umum, atau di area parkiran di bagian paling bawah. Namun tidak dipungkiri ada sejumlah mal elit yang menghadirkan musala tak kalah eklusif dari fasilitas di hotel berbintang.
Terkait masalah ini Majelis Ulama Indonesia (MUI), angkat bicara soal keberadaan musala atau masjid di mal. Ketua MUI KH Ma'ruf Amin mengatakan, pembangunan musala atau masjid di mal seyogianya sebanding dengan megahnya bagunan perbelanjaan tersebut. "Jadi musala itu atau tempat salat harusnya sesuai dengan situasi di situ (mal). Kalau malnya bagus, ber-AC, tidak pantes itu kalau musalanya kecil, kotor, gelap, dekat dengan kamar mandi," katanya saat berbincang dengan okezone usai mengikuti sebuah pertemuan di Hotel Sultan, Jakarta, baru-baru ini.
Menyediakan sarana ibadah ini mesti tidak ada aturan pastinya, tetapi tetap harus diperhatikan dari segi kelayakannya. Ma'ruf Amin sangat menyayangkan musala atau masjid yang sulit dijangkau karena berada di ujung atau di ruangan paling bawah dengan ukuran kecil dan kotor. "Itu yang tidak seimbang," katanya.
Maka dari itu, MUI yang merupakan lembaga pembuat fatwa di Indonesia mengimbau agar mal atau tempat perbelanjaan membangun musala sesuai dengan kepantasannya. Tidak hanya gedung mal yang megah dan indah, namun tempat peribadatan dibuat bagus dan diperindah. "Saya kira itu yang kita imbau agar membuat musala yang representatif," pintanya.
Ma'ruf Amin juga tidak memungkiri musala di mal yang terkesan nyempil. Dibangun bersebelahan dengan WC umum, bahkan ada tempat buang hajatnya yang lebih bersih ketimbang musalanya. Padahal, kata Ma'ruf Amin, air seni itu dikenal di Islam sebagai najis sedang. Jika air seni mengenai angota badan dan pakaian meski cipratannya sekalipun, maka ibadah salatnya tidak sah karena belum suci dari najis.
"Standarnya itu jangan sampai orang yang mau berwudhu, kencing kemudian tercecer-cecer lalu menjadi tidak suci. Salatnya jadi tidak sah kan. Itu percuma saja. Harus disediakan tempat kencing khsusus. Tempat wudhu yang rapi dan layak. Jangan sampai air kencing itu tercecer-cecer ke mana-mana," terang Ma'ruf Amin. Oleh sebab itu, dalam pembuatan musala dan tempat wudhunya harus dibuat sedemikian rupa, agar potensi najis dari buang hajat dapat dicegah, sehingga kesucian bisa terpelihara dengan baik.
Ketua Umum DPP Muhammadiyah Din Syamsuddin tidak begitu mempersoalkan standarisasi musala di mal. "Tidak ada standar, yang penting bersih sehingga umat dapat memanjalankan ibadah dengan lebih baik," terangnya. Menurut Din, fasilitas ibadah di mal umumnya tidak luas dan besar. Karenanya sudah cukup menyediakan satu tempat khsusus yang layak untuk beribadah. "Sediakan tempat wudhu dan tikarnya juga. Sekarang ini sudah banyak musala di mal yang lebih bagus dan terhormat,” ungkap tokoh agama berpengaruh ini.
Di bulan Ramadan ini, tentunya setiap mMuslim wajib berpuasa dan menjalankan ibadah lainnya, termasuk salat lima waktu yang tidak boleh ditinggalkan. "Pusat perbelanjaan harus meningkatkan fasilitas yang ada untuk memenuhi kebutuhan pengunjung beragama Islam. Tentu di dalam bulan Ramadhan ini intensitas peribadathan umat meningkat, khususnya pada waktu zuhur dan ashar," ungkapnya.
Kendati demikian, kata Din, bagi mal tidak harus membangun musala baru, melainkan tempat salat yang cukup luas sehingga banyak menampung umat ketika menjalankan ibadah. "Khususnya di tempat makan seperti food court. Tempat untuk salatnya jangan berada jauh dari sana, karena dapat membuat umat malas datang. Hal ini juga merupakan kesalahan umat, sehingga ada paradoks, mereka berbuka puasa, tapi tidak salat magrib," jelas Din mengingatkan.
Persoalan sarana ibadah yang tidak layak di mal memang perlu mendapat perhatian semua pihak. Musala adalah tempat ibadah yang selalu digunakan oleh umat muslim di Indonesia yang menjadi mayoritas penduduk. Umumnya musala di mal tidak besar dan luar sehingga muncul masalah ketika yang salat banyak. Adanya persoalan ini tidak lantas menyalahkan pemerintah yang tidak membuat aturan jelas.
"Ini bukan kelemahan pemerintah, tapi pemilik atau pengelola mal yang harus terus diimbau agar menyediakan sarana ibadah yang layak, tapi tidak harus masjid atau musala," ujar Din.
0 komentar:
Post a Comment