JAKARTA - Sikap Indonesia yang menolak pemancungan TKW, Ruyati menjadi ironi. Pasalnya, pemerintah Indonesia hingga kini belum menghapus hukuman mati.
"Indonesia bisa dianggap hipokrit, dan cenderung akan tidak didengar" Kata Peneliti senior Imparsial, Rusdy Marpaung, dalam konferensi pers bertajuk Sikap Koalisi Hapus Hukuman Mati (HATI) terhadap Hukuman Mati Ruyati di kantor Imparsial, Rabu (22/06/2011), Jakarta Timur.
Sesuai peraturan Internasional, Rusdy menuturkan bahwa untuk mengajukan pembatalan terhadap hukuman mati terhadap WNI di negara lain, maka Indonesia harus terlebih dahulu menghapuskan praktik hukuman mati.
Ia menambahkan praktik penghapusan hukuman mati itu sudah dilakukan terhadap Pollycarpus, Pilot Garuda yang terbukti melakukan pembunuhan terhadap Munir. Dalam kasus tersebut, pemerintahan Belanda telah ikut intervensi, dan meminta agar Pollycarpus yang didakwa dengan pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana, untuk tidak dihukum mati.
"Kita bisa kalau berusaha, apalagi mengacu pada konstitusi yang menyatakan hak hidup warga negara dilindungi pemerintah" tambahnya.
Alex Argo Hernowo dari LBH Masyarakat pada kesempatan yang sama menjelaskan, bahwa terbukti selama ini hukuman mati tidak membuat para penjahat jera. Hukuman tersebut banyak diterapkan pada kasus narkotika dan terorisme, namun jumlah kejahatan pada kasus sejenis tidak kunjung membaik.
"Harusnya pemerintah mendesak negara lain menerapkan hukuman mati dan mengupayakan penghapusan hukuman mati di negara sendiri," tuturnya.
Direktur Program Imparsial, Al Araf, menyayangkan sikap pemerintah yang seperti membiarkan warganya dieksekusi mati di negara lain. Menurutnya negara gagal melindungi hak hidup warga negaranya,
"Negara hanya mengambil keuntungan kepada TKI melalui pengambilan devisa, namun tidak sepenuhnya berhasil melindungi mereka," imbuhnya.
By : TRIBUNNEWS.COM
0 komentar:
Post a Comment